14 April 2009

Orang Tua dan Dekadensi Moral

Orang Tua dan Dekadensi Moral
Pada akhir tahun 2008 lalu – sebagaimana dimuat oleh Harian Sumatera Ekspres (grup Bandung Ekspres), data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa perilaku seks remaja dewasa ini cenderung bebas dan tak mengenal etika. Menurut hasil survei yang diterima lembaga tersebut, 63 persen remaja di Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Ironisnya, 21 persen di antaranya dilaporkan melakukan aborsi.
Persentase remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data penelitian pada tahun 2005-2006 di kota-kota besar, seperti, Jabodetabek, Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar, angka itu sempat berada pada kisaran 47,54 persen. Akan tetapi, hasil survei terakhir tahun 2008 meningkat menjadi 63 persen.
Hasil survei di atas seharusnya cukup membuat seluruh bangsa Indonesia terhenyak. Betapa tidak, hasil survei tersebut berarti menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja SMP dan SMA di bumi Indonesia ini telah melakukan perbuatan amoral sangat berat, yang sudah barang tentu amat bertentangan dengan norma agama dan norma sosial. Padahal kita ini adalah negara Timur yang sangat mengedepankan sopan-santun dan harga diri. Berdasarkan hasil tersebut, berarti kita tak ada bedanya dengan negara-negara Barat yang telah lama menganut ‘kebebasan’ di setiap lini kehidupan mereka. Salah satu sumber yang penulis temukan mengatakan bahwa di Barat anak putri yang umurnya kurang dari lima belas tahun rata-rata sudah tidak perawan lagi. Hal tersebut disebabkan oleh kebebasan mereka dalam menjalani hidup ini dan moral mereka sudah bobrok.
Remaja menerima banyak sekali rangsangan dari luar yang menstimulus perilaku seksual mereka, antara lain, pengaruh pergaulan bebas, faktor lingkungan, keluarga yang kurang memberikan pendidikan seks, dan pengaruh media massa. Akibatnya, terjadi pergeseran perilaku pacaran di kalangan remaja dewasa ini. Dulu, berpacaran hanya dilakukan dengan berpegangan atau bergandengan tangan. Akan tetapi sekarang, pacaran tanpa rabaan, ciuman, dan belaian, sering disebut bukan pacaran.
Tingkat kematangan reproduksi remaja saat ini, memang berbeda dengan dulu. Dulu, seorang remaja putri mungkin baru memperoleh menstruasi pada usia 12 tahun. Akan tetapi kini, usia 9-10 tahun sudah menstruasi. Selain karena faktor gizi yang semakin baik, tingkat kematangan ini terjadi karena begitu banyak stimulus dari luar yang diterima oleh generasi muda, seperti tayangan-tayangan di televisi, menjamurnya situs-situs porno di internet, buku porno, blue film, dan lain-lain.
Kita harus mengakui bahwa pada masa remaja seseorang tidak lagi bisa dianggap anak kecil, tetapi juga belum pantas dianggap telah dewasa. Acapkali pada usia seperti ini seorang anak menunjukkan sikap-sikap yang mengejutkan. Sikap mengejutkan itu adalah berupa sikap memberontak dan menolak hal-hal yang selama ini menjadi rutinitas mereka. Secara seksual mereka juga tengah menuju kematangan, sehingga harus diawasi dan diikuti perkembangannya dengan seksama. Yang paling penting dalam perkembangan pada usia remaja ini, mereka juga tengah mencari identitas diri dengan mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tokoh idola. Dengan kata lain, mereka akan meniru apa pun yang dilakukan oleh tokoh-tokoh idola mereka, contoh konkretnya adalah artis-artis yang berseliweran muncul di televisi. Pada masa pencarian jati diri ini, bila tidak mendapatkan bimbingan yang memadai, seorang anak akan menyerap nilai-nilai yang salah.
Untuk mengatasi permasalahan di atas diharapkan peran aktif pihak keluarga terutama para orang tua dalam mendidik anak-anaknya agar mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang salah. Orang tua hendaklah memberikan teladan yang baik kepada anak-anaknya. Nilai moral dan budi pekerti merupakan fondasi utama perilaku baik yang dapat dimiliki oleh setiap orang dari keteladanan orang tua dan tokoh-tokoh masyarakat yang diidolakannya. Pemahaman dan pengamalan ajaran agama semenjak dini pun diyakini dapat mengatasi permasalahan di atas. Pengetahuan agama akan membentengi seseorang dari perilaku amoral, kriminal, dan budaya-budaya asing yang negatif.
Usaha yang efektif untuk mencegah ketidaktahuan mereka terhadap kehidupan seksual adalah dengan edukasi (pendidikan). Edukasi adalah langkah yang paling efektif untuk diberikan kepada remaja karena remaja merupakan cikal bakal generasi berikutnya. Para orang tua seharusnya dapat memberikan edukasi yang baik, jelas, dan tepat kepada para anaknya agar mereka betul-betul paham mengenai persoalan ini. Para orang tua pun harus dapat mencari cara-cara edukasi yang efektif agar topik yang disampaikan dapat mengena di hati mereka. Salah satu caranya adalah orang tua harus siap menjadi tempat curahan hati (curhat) mereka di kala mereka gundah gulana dan juga memberikan pemahaman-pemahaman positif agar mereka tidak melakukan perbuatan yang negatif.
Dimuat di Harian Umum Bandung Ekspres, 14 April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar