16 September 2009

Mari Sambut Kemenangan Sejati

Mari Sambut Kemenangan Sejati
Oleh Herdiyan
Perjalanan waktu terus berjalan. Tak terasa, bulan Ramadan telah berada di penghujung bulan. Hari ini umat Islam menjalani hari yang ke-26 di bulan Ramadan 1430 H. Dengan demikian, setidaknya kaum muslimin akan menjalani tiga hari lagi bulan kesembilan dalam penanggalan Hijriyah ini. Berarti, sebentar lagi pula umat muslim akan merayakan hari kemenangan pada tanggal 1 Syawal 1430 H. Hari kemenangan atau yang sering dikenal dengan Hari Raya Idul Fitri diprediksi akan jatuh pada hari Minggu mendatang (20/9).
Dalam perjalanannya, sudah barang tentu banyak sekali suka dan duka yang harus dihadapi oleh kaum muslimin saat melewati hari-hari di bulan Ramadan tahun ini, mulai dari kelaparan yang tak terkira, dahaga yang begitu menusuk, terlambat bangun sahur, capeknya melaksanakan salat tarawih, dan lain-lain. Kita harus percaya, suka-duka tersebut akan dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang setimpal. Di samping itu, semua itu akan menjadi kenangan tersendiri yang akan selalu diingat dalam memori seseorang.
Sebagaimana telah diketahui bahwa salah satu tujuan melaksanakan ibadah shaum di bulan Ramadan adalah sebagai media latihan yang diberikan Sang Khalik kepada makhluk-Nya. Dalam bulan ini umat Islam diberikan berbagai macam latihan, antara lain, latihan kesabaran, latihan berbagi dengan sesama, dan aneka latihan lainnya. Semua latihan tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap makhluk-Nya agar selalu ingat kepada Sang Khaliknya.
Dengan menjalankan ibadah shaum Ramadan, umat muslim diberikan pelajaran untuk berbagi dengan sesama anggota masyarakat, terutama bagi anggota masyarakat yang tergolong fakir dan miskin. Kaum muslimin dilatih untuk ikut merasakan berbagai penderitaan yang dialami oleh masyarakat yang berada di garis kemiskinan, seperti, kelaparan, kehausan, dan sebagainya.
Saya teringat dengan pernyataan salah satu dai kondang Kota Bandung, KH Miftah Faridl. Menurutnya, di bulan ini pula masyarakat muslim dilatih untuk peduli kepada sesama anggota masyarakat. "Apalagi sekecil apa pun amalan yang dikerjakan di bulan ini akan diberikan pahala yang berlipat ganda," kata dosen ITB tersebut ketika berhasil saya wawancara.
Di samping itu, yang tak kalah pentingnya pula, hakikat dari pelaksanaan ibadah shaum di bulan Ramadan adalah memberikan penguatan kembali kepada situasi keimanan umat muslim. Memang, kondisi keimanan umat muslim terkadang berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Nah, momen Ramadan ini merupakan salah satu cara untuk mengembalikan kondisi keimanan umat muslim yang tengah rapuh itu.
Kurang dari seminggu lagi, umat muslim akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1430 H. Pada hakikatnya, hari tersebut merupakan hari 'kembali' kaum muslimin kepada kesucian. Salah satu perjalanan yang harus dilalui terlebih dahulu untuk mencapai kesucian tersebut adalah dengan menjalankan ibadah shaum di bulan Ramadan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hari kemenangan yang sejati adalah hari yang khusus bagi umat muslim yang menjalankan ritual ibadah di bulan Ramadan dengan semaksimal mungkin, antara lain, shaum, salat tarawih, bersedekah, dan ibadah-ibadah lainnya. Selain itu, kemenangan yang sejati pula akan diperoleh khusus oleh umat Islam yang bisa menjaga perilaku dan kondisi keimanannya pada bulan-bulan di luar bulan Ramadan.
Maka dari itu, marilah kita semua bersiap-siap menyambut hari kemenangan tersebut. Terlebih lagi, kemenangan sejati akan diperoleh oleh seseorang yang melaksanakan ritual ibadah di bulan Ramadan secara maksimal. Sesungguhnya setiap umat Islam berhak menikmati hari kemenangan tersebut bila yang bersangkutan dapat melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Semoga!(*)
Dimuat di Harian Pagi Bandung Ekspres, edisi Rabu, 16 Agustus 2009

04 September 2009

Indonesia Kembali Kecolongan

Indonesia Kembali Kecolongan
Oleh Herdiyan
Entah telah berapa kali Indonesia ternoda oleh pengklaiman Malaysia terhadap beberapa kebudayaan asli milik Indonesia. Masih ingat di dalam memori kita beberapa waktu yang lalu: Reog Ponorogo, batik, keris, lagu Rasa Sayange, masakan khas Padang Rendang, dan aneka kekayaan budaya Indonesia lainnya, telah diklaim oleh pemerintah Malaysia adalah miliknya.
Kini kembali, akhir pekan lalu tersiar kabar bahwa Tari Pendet Bali diklaim oleh Malaysia pula bahwa itu hasil kebudayaan mereka.
Bangsa Indonesia laksana kebakaran jenggot merespon tindakan dari Malaysia tersebut. Indonesia dibuat repot atas pengklaiman tersebut.
Kasus tersebut merupakan sebuah pelajaran telak bagi bangsa Indonesia. Pelajaran yang harus diterima oleh bangsa ini adalah betapa kita harus menghargai karya sendiri.
Mungkin, selama ini bangsa kita, terutama pemerintah Indonesia, tidak peduli dengan kebudayaan kita sendiri. Akibat ketidakpedulian tersebut, akhirnya dimanfaatkan oleh bangsa lain untuk mengambil hak milik bangsa kita.
Maka dari itu, untuk mengatasi berbagai pengklaiman yang dilakukan oleh bangsa asing, diperlukan landasan hukum yang kuat. Landasan hukum yang dimaksud di atas adalah memiliki hak atas kekayaan intelektual (HaKI). Selama ini, sepertinya kita, bangsa Indonesia terledor atas masalah tersebut.(*)

Solidaritas Bulan Ramadan

Solidaritas Bulan Ramadan
Oleh Herdiyan
Tak terasa, bulan berganti bulan, akhirnya kini kita telah memasuki bulan Ramadan 1430 H. Padahal, rasanya baru kemarin kita melakukan ibadah puasa dan rangkaian ibadah lainnya di bulan Ramadan 1429 H. Namun, inilah waktu: berjalan terus-menerus, tanpa henti.
Tak terasa pula, hari ini kita telah memasuki hari ketiga di bulan kesembilan dalam kalender Hijriyah tersebut. Meski belum lama memasuki bulan puasa ini, sudah barang tentu masyarakat telah merasakan pahit-manis melaksanakan ibadah-ibadah shaum Ramadan.
Pada hakikatnya, bulan Ramadan merupakan bulan solidaritas. Makna solidaritas di sini sangat luas, antara lain, berbagi 'sengsara' karena menahan lapar dan dahaga, berbagi rezeki dengan sesama, dan lain-lain. Itulah hakikat solidaritas umat Islam melaksanakan bulan Ramadan.
Pada bulan Ramadan, seluruh kaum muslimin, baik aghniya' (orang kaya) maupun dhuafa (fakir dan miskin), akan mengalami satu rasa, yaitu lapar dan dahaga. Mereka akan diperlakukan sama.
Bagi orang yang berkemampuan, mereka akan diberikan pelajaran oleh Yang Mahakuasa betapa menderitanya orang yang berada di bawah mereka. Dengan demikian, mereka akan ikut merasakan 'penderitaan-penderitaan' yang dirasakan oleh kaum dhuafa. Itulah pelajaran sangat bermakna yang diberikan Allah azza wa jalla.
Saya pun teringat dengan pernyataan Ketua MUI Kota Bandung, KH Miftah Faridl, beberapa waktu lalu. Menurut dia, bulan Ramadan hendaknya dijadikan sebagai bulan kepedulian kepada sesama. Selain sama-sama ikut merasakan kelaparan dan kehausan, bulan Ramadan hendaknya dimanfaatkan untuk bersedekah sebanyak-banyaknya kepada kaum dhuafa. Yang lebih menarik, setiap amal ibadah di bulan Ramadan akan dibalas berlipat ganda oleh Allah Swt.
Maka dari itu, apakah kita bersedia menerima tantangan untuk berbagi kepedulian tersebut? Yang jelas, selain mendapat pahala yang berlipat-lipat, kita akan menyelesaikan satu urusan penting yang melanda lingkungan kita, yaitu kemiskinan. Dengan bulan Ramadan, berarti kita telah berperang dengan kemiskinan. Sanggupkah?