07 Juli 2009

Ahmad Tohari, Tema Alam dan Kearifan Lokal


Ahmad Tohari, Tema Alam dan Kearifan Lokal

Ahmad Tohari adalah salah satu sastrawan besar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia saat ini. Para pengamat sastra mengakui bahwa karya-karyanya mempunyai nilai sastra yang sangat kental dan tinggi. Oleh karena itu, banyak karyanya telah diteliti oleh para akademisi - baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Bahkan, karya-karya beliau juga telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing, seperti bahasa Jepang, bahasa Jerman, bahasa Belanda, dan bahasa Inggris.
Penulis teringat dengan komentar dari beberapa pengamat. Sebagaimana dimuat di Majalah Tempo, 19 Februari 1983, Sapardi Djoko Damono mengatakan, "Dibandingkan dengan Kubah, novelnya yang terdahulu, Ronggeng Dukuh Paruk menunjukkan bahwa Ahmad Tohari bisa sangat lancar mendongeng. Seperti juga dalam Kubah, latar, peristiwa, dan tokoh-tokoh yang terdiri atas orang-orang desa yang sederhana digambarkannya dengan menarik, bahkan tidak jarang, sangat menarik". Dr. H. J. M. Meier juga mengungkapkan, "Suatu kisah yang disajikan dengan cara yang menggugah perasaan ingin tahu, suatu masalah yang bagi kita pun sangat lazim. Tetapi yang paling mengasyikkan dari kesemua itu adalah gambaran tandas yang berhasil dibangkitkan Ahmad Tohari, yang mengikis khayalan indah kita tentang kehidupan pedesaan di Jawa" (Orion, April 1984). Kedua komentar di atas merupakan sebuah testimoni positif dari Sapardi dan Meier terhadap novel trilogi Ahmad Tohari yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk.
***
Ahmad Tohari tidak pernah melepaskan diri dari pengalaman hidup kedesaannya. Maka dari itu, warna hampir semua karyanya adalah menceritakan tentang lapisan bawah dengan latar alam, mulai dari Kubah, Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Di Kaki Bukit Cibalak, sampai pada Lingkar Tanah Lingkar Air. Beliau memiliki kesadaran dan wawasan alam yang sangat luas, sebagaimana terlihat jelas dalam tulisan-tulisannya.
Seperti halnya yang pernah beliau tulis dalam sebuah makalah ketika saya menghadiri Silaturrahmi Nasional Forum Lingkar Pena (Silnas FLP) di Jakarta, 11-13 Juli 2008 lalu, Beliau menulis begini, "Barangsiapa tidak menjenguk tetangga yang sakit, nerakalah akibatnya. Secara luas tetangga yang sakit bisa diartikan sebagai kaum dhuafa, kaum miskin, kaum yang tertindas, dan terpinggirkan yang ada di mana-mana. Nah, merekalah sumber tenaga kreativitas saya karena pada merekalah pemikul-pemikul alamat ke mana saya bisa mendekatkan diri kepada Allah dan memberi ujud taqarrub ila Allah secara konkret. Dengan demikian, mudah dipahami mengapa dalam seluruh karya saya terlihat penghayatan dan pembelaan terhadap masyarakat bawah".
Boleh jadi karena rasa ketertarikannya dengan keaslian alam, maka Ahmad Tohari tidak betah hidup di kota. Jabatannya dalam staf redaksi kelompok Merdeka, Jakarta, yang dipegangnya selama dua tahun akhirnya ditinggalkannya. Kini dia kembali berada di tengah sawah di antara lumpur dan katak, di antara lumut dan batu cadas di desanya.
Secara tidak langsung, karya sastra mempunyai fungsi sosial yaitu mentransfer informasi dari penulis kepada para pembaca (masyarakat umum atau khalayak). Dengan tulisan-tulisan dari para penulis, para pembaca dapat mengetahui tentang suatu informasi atau peristiwa tertentu yang belum diketahui oleh mereka.
Selain itu, karya sastra juga berfungsi memengaruhi perasaan para pembacanya. Oleh karena itu, sangat diperlukan kontribusi yang maksimal dari para penulis untuk menyampaikan pesan-pesan yang positif kepada para pembaca karya-karyanya agar memberikan teladan yang baik kepada masyarakat luas.
Dengan demikian, sesuatu yang dilakukan oleh Ahmad Tohari melalui karya-karyanya sudah memberikan pesan moral yang positif dan sangat berharga bagi para pembaca, terutama bagi 'orang-orang atas'. Karya-karyanya telah menyebarkan informasi kepada para pembaca mengenai pentingnya bersikap tenggang rasa dan toleransi kepada masyarakat bawah (orang miskin). Sebagaimana telah diketahui bahwa pengorbanan masyarakat bawah tersebut begitu 'menggebu-gebu' dan sangat mengharukan. Akan tetapi, yang tampak di masyarakat dewasa ini, ada beberapa golongan masyarakat yang tidak peka kepada mereka, seolah-olah tidak peduli dengan kehadiran mereka di lingkungan sekitar kita. Dengan karya sastra, semoga dapat memberikan kesadaran transenden kepada masyarakat luas, khususnya kepada 'orang-orang atas', mengenai hadirnya masyarakat bawah di tengah-tengah kita selama ini. Semoga dapat memberikan kesadaran kepada mereka bahwa berbagi dengan sesama itu sungguh indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar